Kamis, 04 Oktober 2012

Memperlakukan Data


Kualitatif Jurnal
No.07/I/18 November 2011

 
Pertemuan keenam (15/11), sesudah melewati ujian tengah semester, mata kuliah ini dimulai dengan bagaimana memperoleh data penelitian kualitatif dan bagaimana memperlakukannya. Selama ini, dalam anggapan yang ketat, data penelitian hanyalah data yang berkaitan dengan data primer, yaitu data yang diperoleh dari wawancara, observasi, hasil angket. Tetapi kuliah ini membuka banyak pengetahuan bahwa data penelitian, terutama kualitatif, itu sunggu berserakan disekitar kita. Oleh karena itu kepekaan sebagai peneliti penting untuk “memungut” data mana yang relevan dengan tema yang diteliti.
          Kuliah kali ini membuka perspektif data itu berserakan diantara kita. Data itu bisa hasil observasi, data wawancara, fgd, cerita, cerita (fiksi maupun nonfiksi), karya seni, foto, artefak, karya ilmiah yang lain (terkait dengan meta analisis), graffiti, spanduk, buku, kajian tokok dan masih banyak lagi.
        Data-data itu kemudian dinamakan sebagai data sekunder yang memiliki peran penting dalam menempatkan penelitian pada konteksnya. Data-data ini penting untuk menemukan konteks dimana penelitian dilakukan. Data-data semacam itu akan memperkaya dan mempercantik penulisan hasil dari penelitian. Sehingga penelitian tidak saja kaku tetapi lebih luwes dalam pembahasaan.
       Dosen mencontohkan dengan apik, bagaimana cerita ketoprak mampu menjadi data yang melatarbelakangi konteks penelitian. Cerita-cerita itu yang tumbuh dan hidup dalam alam masyarakat menjadi penting untuk menemukan gambaran sosiologis dan historisnya. Cerita berasal dari masyarakat dan menjadi identitas yang mampu menjelaskan fenomena masyarakat.
      Kelas kali ini juga memberikan gambaran bahwa proses pengambilan data formal bisa saja dengan modifikasi. Sebagaimana dalam tulisan pada jurnal ini pada edisi sebelumnya, pengumpulan data dalam penelitian kualitias elatif lebih bebas. Tetepi cara “bebas” itu juga harus dilandasi argumentasi yang kuat.
      Dalam wawancara misalnya, peneliti tidak harus langsung mengajukan wawancara kepada responden. Tetapi bisa dimulai dengan membuat angket terbuka yang diisi oleh responden. Angket terbuka ini bisa menjadi data langsung, atau menjadi studi pendahuluan untuk memetakan  bagaimana responden memaknai tema penelitian yang disampaikan melalui tertulis.
     Langkah lainnya misalnya, bisa melakukan FGD untuk memperoleh data-data umum mengenai gambara tematis dari penelitian. Tahab itu kemudian ditindaklanjuti dengan wawancara yang mendalam dan detail untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci tentang tema yang hendak di kejar.
     Peneltian kualitiatif menempatkan manusia sebagai intrumen penelitian, maka cara manusia itu untuk memperoleh data dan memperlakukan (manajemen) data menjadi penting untuk melihat bagaimana kejelian dan ketelitian peneliti terhadap data [.]

Selasa, 04 September 2012

Peneliti Sebagai Kunci


Kelas MP Kualitatif (18/11) menegaskan kembali bagaimana metodologi kualitatif bekerja.  Dalam metodologi kualitatif, menempatkan peneliti sebagai instrument kunci dalam rangkaian penelitian. Peneliti adalah elemen penting dan mendasar dalam pengumpulan data, dan sekaligus sebagai elemen penting dalam anaslisa hasil.  Jika dibandingkan dengan MP Kuantitati dalam pengumpulan data skala menjadi alat paling penting untuk mendapatkan data secara benar, diibutuhkan pengkajian berulang-ulang dan dan reliable sebelum skala, atau alat ini dioperasionalkan. Pada tataran analisis, MP Kuantitaif juga mengandalkan proses statistika. Hasil pengolahan statistika menjadi rujukan dalam menganalisa apakah sebuah hipotesis penelitian diterima atau tidak.
     Penelilitan yang menggunakan Kualitatif sebagai metode, sepenuhnya mengandalkan peneliti. Maka sekali lagi peneliti adalah instrument kunci. Proses penelitian dengan metode ini bersifat sirkular. Artinya peneliti, bisa mengerjakan analisa data sembari mengabil data tambahan, menggeser focus penelitian, perubahan judul dan lainnya. Temuan-temuan menarik bagi peneliti menjadi acuan bagaimana focus bisa bergeser, tidak lagi harus ditentukan sedari awal.
        Dengan cara pandang seperti ini, maka sesungguhnya dibutuhkan peneliti yang mampu memposisikan diri sebagai peneliti yang baik. Kriteria umum yang dipakai misalnya, Pertama, peneliti harus cerdas, analitis, dan kritis. Dalam pengambilan data, peneliti tidak hanya melakukan wawancara, tetapi harus bisa membangun hubungan dialogis. Dengan demikian data yang diambil akan lebih dalam dan tajam, karena itu sikap kritis dibutuhkan oleh peneliti kualitatif. Kedua, peneliti yang baik adalah peneliti yang selalu mengasah kepekaan da keingintahuannya, ini bisa dibuktikan dengan pertanyaan-pertanyaan yang kritis dan analitis, bukan sekadar pertanyaan yang common sense. Ketiga, dibutuhkan skil yang memadai. Skill yang dimaksud adalah sikap personal dan professional. Sikap peneliti yang professional adalah menggali, bukan sekadar mencari. Menggali, adalah cara mendalami.
      Keempat, dibutuhkan peran kreatifitas peneliti dalam pelaksanaan dilapangan maupun  mengayaan dalam analisa data. Kreatifitas bagi peneliti menjadi penting agar tidak terjebak pada kajian yang monoton dan kaku. Peneliti kualitatif harus fleksibel dalam menghadapi kondisi lapangan yang tentu saja sangat berbeda jika dibandingkan dengan cara pengambilan data dengan angket. Peneliti kreatif untuk mencari poin yang penting ataupun juga poin yang tidak penting.
     Kelima, dibutuhkan sikap berani. Penelitian kulaitatif yang fenomenal adalah penelitian yang bukan saja baru secara ide tetapi juga baru secara tindakan. Dibutuhkan keberanian yang besar untuk wawancara dan mengambil data tentang pelaku terorisme, misalnya. Dibutuhkan keberanian untuk berulangkali hadir, mengamati, dan mengklarifikasi data kepada respondennya. Keberanian untuk menjangkau persoalan pelik dan rumit, bahkan berbahaya menjadi penting dimiliki oleh peneliti. Tetapi selain keberania, peneliti juga harus diimbangi dengan criteria keenam, yaitu kejujuran. Peneliti harus jujur terhadap diri dan data yang diperolehnya.
      Terakhir dan tidak kalah penting adalah jaringan. Jaringan memainkan peran penting dalam mendalami dan menggali sebuah nomena atau peritiwa yang terjadi, psikiater, wartawan, pejabat trkait, tokoh masyarakat, bahkan hubungan antar subjek penelitian harus dijaga dan dirawat. Kedekatan jaringan akan membantu peneliti untuk memudahkan pencarian dan elaborasi data.
     Sekali lagi semuanya dari proses penelitian mulai dari ide, brainstorming, pengumpulan data, analisa, pelaporan, dalam penelitian kualitatif yang sirkular ini peneliti memegang peran kunci. []

Minggu, 02 September 2012

Bermain-main dengan Kualitatif


Inilah Penelitian Kualitatif. Edisi ini pembahasan dikelas (11/110 dimulai dengan memperdalam kembali apa itu kualitatif. Ilustrasi yang relevan untuk membahas penelitian kualitatif adalah arkeologi yang menggali sedikit, demi sedikit, dengan penuh seksama, untuk menemukan apa yang ada dalam dasar bumi dan mengubungkannya dengan sambungan-sambungan cerita pada masa lalu. Pekerjaan arkeologi adalah pekejaan menggali dengan hati-hati terhadap apa yang ada di balik tanah.
                Ilustrasi yang kedua adalah, metode dalam penelitian kualitatif itu seperti halnya bermain puzzle. Merangkai kepingan-demi kepingan gambar, agar gambar yang terbentuk menjadi bermakna. Dua ilustrasi menarik ini adalah citraan tentang bagaimana penelitian kualitatif dijalankan dan untuk apa ia dilakukan.
                Dari pengertian dan asosialsi sederhana ini maka menarik untuk memberikan gambaran bahwa metode penelitian kualitatif adalah cara untuk menggali, megeksplorasi, mengelaborasi, dan mensistematisasikan hal-hal penting dari sebuah fenomena. Sebab data yang diberoleh hanyalah serpiha informasi. Dengan demikian tugas dari para peneliti adalah mengumpulkan serpihan-serpihan informasit tanpa makna itu kemudian menyusunnya, menghubungkannya dnegan data dan informasi lain sehingga memberikan gambaran yang utuh terhadap fenomena tertentu.
                Pertanyaan menariknya adalah, apakah penelitian kualitatif harus berangkat dari kerangka berpikir terlebih dahulu dengan menyiapkan seperangkat teori? Ataukah peneliti kualitatif datang dengan kepala kosong tanpa konsep, untuk mengungkapkan fenomena? C. Husser salah satu tokoh dalam kajian fenomenologi mempunyai istilah menarik untuk memberikan jawaban atas pertanyaan semacam ini. Ia menyampaikan prinsip bracketing (mengurung), artinya peneliti sudah menyiapkan teori-teori dan pradigma, tetapi mengurung paradigma dan teori itu terlebih dahulu, Maka peneliti hanya akan menggunakan indra dan kepekaannya dalam menggali data, seperti halnya pekerjaan para arkeolog tadi.
                Contoh sederhana untuk menjelaskan ini adalah, ketika telepon rumah berbunyi, dan dalam hati kita mengira “oh, ini pasti kekasihku”, ketika diangkat ternyata suara cowok, maka reaksi kita tentu berbeda. Prasangka (kalau tidak bisa disebut tebakan) bisa mengaburkan hasil itu sendiri. Karena itu peneliti kualitatif berangkat dengan kerangkan yang di kurung.
                Ada dua pertimbangan teknis yang bisa digunakan dalam penelitian kualitatif. Pertimbangan pertama, apakah kajian yang hendak didalami mempunyai landasan teorii? Sudah dilakukan orang lain atau belum, bagaimana daya dorongnya terhadap social dan kegiatan akademik? Jika beberapa hal tersebut ada maka pendekatan kalitatif tidak terlalu mementingkan apakah sudah ada teori sebelumnya. Justru disinilah peran kualitatif dibangun, yaitu menemukan dan membangun sebuah teori.
                Pertimbangan kedua adalah pertimbangan aksesibilitas. Mungkinkah peneliti menjangkau objek atau subjek penelitian, mungkinkan peneliti mengambil data, dan seberapa sulit data itu digali. Pertimbangan teknis itu memang tidak terlalu berpengaruh terhadap cara pandang terhadap proses penelitian itu sendiri.  Tetapi berpengaruh terhadap kesiapan dan kemampuan peneliti untuk memperoleh dan mengembangkan data sebagai bahan utama dari penelitiannya. []

Minggu, 12 Agustus 2012

Metodologi, Perangkat Mendekati Kebenaran


Kualitatif Jurnal
No.03/I/6 Oktober 2011



Pada kelas 4 Oktober 2011, masih memperbincnagkan tentang komparasi antara pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif dalam penelitian. Namun penyajian untuk membedakan keduanya relative lebih detail,  satu banding satu.

Contoh yang digunakan untuk dalam membedakan kedua pendekatan penelitian ini adalah ruang. Dalam ruang kelas terdapat apa yang disebut kuantitafir dan apa yang bisa dimaknai kualitatif. Kuantitatif dalam ruang kelas bisa disebutkan beberapa misalnya, jumlah kursi, jumlah mahasiswa, dumlah dosen, kipas angin, papan tulis, ukuran ruangan dan lainnya. Sementara kategori kualitatif misalnya dicontohkan dengan suasana ruangan, gaya mengajar dosen, suhu, dan lainnya.

Pada dasarkan setiap hal mengandung nilai kuantitatif dan kualitatif.  Meja misalnya bisa dinilai secara kuantitaif dari jumlahnya, dan bisa dinilai sisi kualitatif dari sisi kualitas mejanya. Maka pertentangan dalam memandang sesuatu seungguhnya untuk melihat atau mendekati apa yang ada dalam sesuatu itu sendiri. Kuantitatif dan kualitatif adalah sudut pandang semata.

Jika dikembalikan pada metodologi, nomena dengan pendekatan kuantitatif ditunjukkan dengan angka. Sedangkan dalam pendekatan kualitatif, semua peristiwa ditunjukkan dalam kata-kata. Kedua-duanya bertujuan sama yaitu untuk memotret apa yang terjadi dalam nomena itu dalam sudut pandang pengetahuan ilmiah. Kedua-duanya mempunya resiko mereduksi makna yang sebenarnya. Kuantitatif mereduksi fenomena melalui angka, kualitatif mereduksi fenomena melalui kata-kata. Meskipun pada beberapa sisi, kauntifikasi bisa jadi mereduksi lebih banyak hal dibandingkan dengan cara yang digunakan dalam kualitiatif.

Merujuk pada beberapa pandangan diatas, maka penelitian sesungguhnya bukanlah untuk menemukan kebenaran tas peristiwa atau fenomena, tetapi sekadar untuk menemukan sesuatu yang mendekati kebenaran. Oleh sebab kebenaran adalah kebenaran itu sendiri. Maka memperdebatkan klaim kebenaran melalui pedebatan metodologi dalam memandang peristiwa fenomena sungguh terlalu jauh. Metodologi hanyalah alat untuk menemukan sesuatu yang paling mendekati kebenaran sesungguhnya. Oleh sebab, sekali lagi, kebenaran adalah kebenaran itu sendiri, bukan keberan yang diberoleh dengan alat. Kemampuan alat, dalam hal ini metodologi, tentu terbatas untuk menjangkau kebenaran.[]





Sikap Ilmiah Terhadap Peristiwa

Kualitatif Jurnal
No.02/I/4 Oktober 2011


Dua arus besar dalam studi metodologi adalah Metodologi Kuantitatif dan Metodologi Kualitatif. Metodologi kuantitative adalah bentuk pengolahan dari filsafat positivisme, materialism, dan empirisme dengan argument dasar, segala sesuatu bisa diukur, segala sesuatu bisa diangkakan. Positivisme ini lahir dari masa filsafat Aristotelian. Pada konsep kuantitative, semua diukur dalam hubungan sebab dan akibat.

Pada sisi yang lain dikenal metode kualitatif.  Metode ini dianggap lebih dalam dari apa yang bisa dihasilkan oleh metode kuantitatif. Metode kualitative mendasarkan diri pada filsafat fenomenologi.  Dasar yang ditempuh adalah mengekplorasi, mendiskripsi, dan menginterpretasikan pengalaman personal dan pengalaman social. Data yang diperoleh lebih tabal dan dalam melalui wawancara mendalam, dan observasi yang detail. Dalam metode ini fenomena dijabarkan dan dipelajari dalam konteks kehidupan sehari-hari, bukan dalam rekayasa laboratorium.

Dalam hal lain, jika kuantitative dimaksudkan untuk membuktikan teori, sebaliknya metode kualitative digunakan untuk mengembangkan, dan menerbitkan teori yang baru. Disinilah dimaksudkan kenapa kualitative diharapkan lebih detail untuk benar-benar mendalami kajian masyarakat itu sendiri.

Metodologi adalah alat. Alat inilah yang akan dipake untuk menemuka, dan mendalami dengan celiti fenomena dan peristiwa yang terjadi dalam masyarakat untuk menjadi kajian akademik dan ilmiah. Keduanya tidak perlu di pertentangkan, dan dibuktikan mana yang lebih akurat dalam mendekati kebenaran. Penggabungan atau penggunakan kedua metode bahkan lebih memiliku kajian yang mendalam.

Perspektif ilmiah akademis yang ketat dalam memandang persoalan akademis dan fenomena kemasyarakatan akan memperkuat kajian lokal dalam peningkatan ilmu pengetahuan. Menjadi ilmiah dan logis adalah syarat bagi peneliti itu sendiri. Dasar yang dipakai adalah bagaimana seorang peneliti mampu memetakan permasalah berdasarkan urutan logika yang ilmiah. Sehingga pendekatan fenomena bisa dijelaskan dengan lebih sederhana dan berguna dalam upaya pencerdasan masyarakat dan pengembangan kelilmuan.

Sekali lagi metodologi adalah alat. Integritas peneliti dan akademisi menjadi hal yang jauh lebih penting untuk pengembangan keilmuan. Oleh karena itu di perlukan sikap ilmiah. Yaitu sikap pertanggungjawaban akademis dalam rangka memandang dan mendekati suatu kajian dan persoalan. Menumbuhkan sikap ilmiah bukan persoalan mudah. Dunia akademis kita cenderung dan sudah terlanjur dicekoki dengan pola yang jauh dari sikap ilmiah. Sehingga sering kita temukan adanya pelanggaran hak intelektual dalam ranah akademis. Inilah pekerjaan rumah yang besar bagi dunia akademis dan lembaga penelitian untuk menumbukkuatkan mental atau sikap ilmiah.

Titik yang penting lagi adalah bagaimana pendekatan penelitian dipakai untuk mengali khasanan ilmu nusantara. Inilah pekerjaan penting bagi kalangan akademisi dan peneliti. Akademisi dan peneliti harus membesarkan kajian nusantara untuk menggali pengalaman hidup dan ilmu yang berserakan tanpa kajian ilmu dan metodologis yang ketat. []