Kualitatif Jurnal
No.02/I/4 Oktober 2011
Dua arus besar dalam studi metodologi
adalah Metodologi Kuantitatif dan Metodologi Kualitatif. Metodologi
kuantitative adalah bentuk pengolahan dari filsafat positivisme, materialism,
dan empirisme dengan argument dasar, segala sesuatu bisa diukur, segala sesuatu
bisa diangkakan. Positivisme ini lahir dari masa filsafat Aristotelian. Pada
konsep kuantitative, semua diukur dalam hubungan sebab dan akibat.
Pada sisi yang lain dikenal metode
kualitatif. Metode ini dianggap lebih
dalam dari apa yang bisa dihasilkan oleh metode kuantitatif. Metode kualitative
mendasarkan diri pada filsafat fenomenologi. Dasar yang ditempuh adalah mengekplorasi,
mendiskripsi, dan menginterpretasikan pengalaman personal dan pengalaman
social. Data yang diperoleh lebih tabal dan dalam melalui wawancara mendalam,
dan observasi yang detail. Dalam metode ini fenomena dijabarkan dan dipelajari
dalam konteks kehidupan sehari-hari, bukan dalam rekayasa laboratorium.
Dalam hal lain, jika kuantitative
dimaksudkan untuk membuktikan teori, sebaliknya metode kualitative digunakan
untuk mengembangkan, dan menerbitkan teori yang baru. Disinilah dimaksudkan
kenapa kualitative diharapkan lebih detail untuk benar-benar mendalami kajian
masyarakat itu sendiri.
Metodologi adalah alat. Alat inilah yang
akan dipake untuk menemuka, dan mendalami dengan celiti fenomena dan peristiwa
yang terjadi dalam masyarakat untuk menjadi kajian akademik dan ilmiah.
Keduanya tidak perlu di pertentangkan, dan dibuktikan mana yang lebih akurat
dalam mendekati kebenaran. Penggabungan atau penggunakan kedua metode bahkan
lebih memiliku kajian yang mendalam.
Perspektif ilmiah akademis yang ketat
dalam memandang persoalan akademis dan fenomena kemasyarakatan akan memperkuat
kajian lokal dalam peningkatan ilmu pengetahuan. Menjadi ilmiah dan logis
adalah syarat bagi peneliti itu sendiri. Dasar yang dipakai adalah bagaimana
seorang peneliti mampu memetakan permasalah berdasarkan urutan logika yang
ilmiah. Sehingga pendekatan fenomena bisa dijelaskan dengan lebih sederhana dan
berguna dalam upaya pencerdasan masyarakat dan pengembangan kelilmuan.
Sekali lagi metodologi adalah alat.
Integritas peneliti dan akademisi menjadi hal yang jauh lebih penting untuk
pengembangan keilmuan. Oleh karena itu di perlukan sikap ilmiah. Yaitu sikap
pertanggungjawaban akademis dalam rangka memandang dan mendekati suatu kajian
dan persoalan. Menumbuhkan sikap ilmiah bukan persoalan mudah. Dunia akademis
kita cenderung dan sudah terlanjur dicekoki dengan pola yang jauh dari sikap
ilmiah. Sehingga sering kita temukan adanya pelanggaran hak intelektual dalam
ranah akademis. Inilah pekerjaan rumah yang besar bagi dunia akademis dan
lembaga penelitian untuk menumbukkuatkan mental atau sikap ilmiah.
Titik yang penting lagi adalah bagaimana pendekatan
penelitian dipakai untuk mengali khasanan ilmu nusantara. Inilah pekerjaan
penting bagi kalangan akademisi dan peneliti. Akademisi dan peneliti harus
membesarkan kajian nusantara untuk menggali pengalaman hidup dan ilmu yang
berserakan tanpa kajian ilmu dan metodologis yang ketat. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar