Jumat, 14 November 2008

Yang Besar dan Yang Kecil

Ryan Sugiarto


Berapa banyak hal-hal besar yang bisa dilakukan untuk mengubah dunia ini? Tetapi begitu banyak hal-hal kecil yang bisa kita lakukan untuk mengubah dunia.

Memang demikian adanya. Hal-hal kecil selalu luput dari perhatian kita. Luput dari pikiran-pikiran kita yang ingin menjadi besar dan melakukan hal-hal besar. Bukankah Schumaker pernah mneulis” small is beautifull”? Kecil itu indah.

Setiap saat kita selalu bergelut dan diiringi oleh hal-hal kecil yang kita bertindak bersamannya. Tapi kita sering meremehkan hal-hal kecil itu.

Setiap saat kita berpikir tentang hal-hal yang besar. Yang masih angkuh rengkuh.

Berpikir besar dan bertindak untuk perubahan besar adalah impian banyak orang. Tetapi melakukan hal-hal kecil adalah milik setiap orang.

[111108]

Senin dengan Langit Biru Terang

Ryan Sugiarto

Sebenarnya hari ini tak terbayangkan akan menemui warna yang begitu indah
Pada langit yang biru terang. Tak seperti biasa, ia menawarkan segala keindahan dan kecerahan yang luar biasa menembus pada aras kepercayaan. Menembus pada hati yang memancarkan pikiran yang tak memandang kelam.

Senin dengan langit biru terang. Sebuah keindahan pada pagi hari yang menakjubkan. Suatu pagi yang ak biasannya. Yang menawarkan sejuta harapan. Dan melapangkan berbagai kemungkinan hari untuk diraih.

Inilah pagi dimana langit biru terang. Segenap optimisme langit yang dihujankan kebumi. Menandai adannya masa yang lebih baik. Untuk hari ini. Melangkah dengan keengganan untuk berhenti.

Seandainnya tiap pagi langit nampak seperti ini. Tapi rasannya tidak. Karena tak seindah dengan menyebutnya “senin dengan langit yang biru terang”

[131108]

Filsafat Waktu?

Ryan Sugiarto

Seandainnya kita tersadar bahwa lama kita telah kehilangan waktu. Kehilangan hari ini. Kehilangan hari kemarin.

Tetapi betapa kita tidak pernah merasa kehilangan hari kita? Betapa waktu menjadi hal yang tidak penting dalam siklus hidup kita. Menjadi hal yang remeh temeh. Kita sering bilang “masih ada besok, masih ada waktu” untuk sebagia hal bisalah kita berkomentar demikian, tetapi pda hal yang lain, rasannya sangat menyedihkan ketika kita berujar dan dengan santai meniti kehilangan demi kehilangan waktu kita.

Konon filsafat agama, dan kaitannya dengan filsafat manusia, waktu adalah sesuatu yang berjalan mundur. Tetapi dalam filsafat modern, waktu itu bergerak maju. Ia akan mencapai pda titik yang disebut masa depan. Meninggalkan kesekarangan, bahkan kelampauan.

Dan karennannya, maka kita diantara dua pengertian filsafat ini, yakni tarikan bergrak maju dan tolehan kebelakang panjang waktu kita, atau sisa waktu kita. Tarikan antra mendekati siswa waktu dan menuju waktu yang panjang, masa depan.

Tapi sayangnya kita tidak pernah berpaham-paham dengan filsafat faktu ini. “udahlah, jalani saja hidup ini” begitulah kita. Ada baiknya memang kita yang bergerak mengendalikan waktu. Menghabiskan sisa waktu yang ditentukan melalui filsafat agama, atau menuju waktu panjang dalam filsafat masa depan.


[121108]

Senin, 10 November 2008

Rencana Memiliki

Ryan Sugiarto


“Memilikimu adalah maksud dari sebuah rencana besar mengubah hidupku” [rencana Besar, Padi]

Lirik ini Anda bisa menafsirkan sendiri. Apakah sebuah keegoisan, ketamakan, atau siasat licik? Atau bisa juga rencana bsar melakukan perubahan mendasar, atau apapun bisa anda alamatkan kepada lirik ini.

Konon, setiap teks yang sudah dilepaskan adalah menjadi hak bagi pembaca atau pendengarnnya. Jadi apapun tafsirnya tergantung pada tafsir masing-masing. Kira-kira begitu kekuatan sebuah teks. Ia berdiri sendiri dan pada yang sama mendefiniskan diri sesuai dan sana dengan definisi orang yang menggaulinnya.

Teks bukankah selalu terbuka dengan segala kemungkina definisi, dimanapun ia berada dan singgah dalam alam pikir. Penulis teks tak lagi mampu menguasai kemana makna teks itu melayang-layang. Ia hanya sanggung menguasai maksannya sendnri dalam alam pikirannya. Sehingga dengan demikian ia tak akan mampu menguasai makna teks yang sudah dilontarkan keluar,msekipun ia memiliki tafsirnnya.

Meski demikian, "kata-kata tak akan pernah jadi pisau di negeri para orator…"
(puisiFilm Bisu Dorothea Rosa Herliany)


[061108]

Kebenaran Melobangi Pengetahuan

Ryan Sugiarto

Begitulah Lacan berujar tentang kebenaran dan pengetahuan. Pengetahuan adalah hamparan-hamparan ilmu yang begitu luas. Pengetahuan tidak membedakan baik dan buruk. Benar dan tidak benar. Ia adalah seperti layar yang luas dan datar.

Dan kebenaran adalah pelobang dari layar yang luas tadi. Dari lobang itu kita bisa melihat apa yang terjadi sebenarnnya dibalik lubang. Kebenaran mengantarkan manusia pada satu gambaran yang berada dibalik datarnnya pengetahuan atau layar yang berhampar-hampar.

Oleh sebab itu bukanlah hal yang paling diinginkan dari pendidikan adalah melobangi pengetahuan dengan kebenaran-kebenaran. Kebenaran tidak tunggal bukan? Maka kebenran menjadi begitu banyak dan relatif. Pengetahuan menjadi berlubang-lubang oleh mata kebenaran.

Maka benar kirannya bahwa kita tidak bisa berhenti pada hampran atau dataran pengetahuan. Tetapi harus melihat apa dibalik dari hambaran-hamparan tersebut, melalui lobang kebenaran.

Atau pada bahasa lain yang sering kita dengar. Bengetahuan adalah baju.

[051108]

Pribadi yang Tenang

Ryan Sugiarto


Ketenangan membawa kepada kekuatan pribadi. Kira-kira demikian yang bisa kit baca dari orang-orang besar yang menemukan jalannya untuk melakukan perubahan. Konon ketenangan juga membawa diri pada kematangan untuk menemukenali jalan perubahan.

Ketenangan adalah pntu untuk memandang sesuatu secara lebih jelas. Memandang segala hal dengan pikiran yang dingin. Dalam hiruk dan pikuk, kita membutuhkan ketenangan untuk berpikir besar dan sadar. Hidup konon dipenuhi dengan gemerisik ocehan yang siampang dan siur tak karuan. Mungkin seperti gelombang informasi, longitudinal yang riuh rendah.

Maka jadilah pribadi yang tenang. Yang siap menangkap segala perubahan dengan kcamata dan cara pikir yang lebih dalam. Pribadi yang tenang adalah cerminan kehidupan yang anggun dan menenetrakan. Ketenangan tidaklah menafikan kebenaran. Sesungguhnya dibalik ketengangan orang mampu berikir dalam utnuk merengkuh yang benar. Bukan justru menutupi kebenaran. Seharunnya begitu yang terjadi. Tapi Ayu utami pernah menuliskan bahwa: “orang dinegeri ini lebih menyukai ketenangan dari pra kebenaran.”

Sejatinnya dalam ketenangan itu tadi orang mampu merengkuh kebenran yang dalam. Pribadi yang tenang dan menenangkan orang lain merupakan sosok yang mampu merengkuh masa lebih banyak. Sosok inilah yang (mungkin) sebenrannya diidamkan dalam melakukan perubahan yang diinginkan bersama.

Bukankah kalau begitu ketenngan itu menyembuhkan?

[061108]

Pada Masanya Setiap Individu Mampu Membuat Sejarah Baru

Ryan Sugiarto


Mengapresiasi kemenangan Presiden Amerika Serikat 2008, Barak Huesin Obama Junior, seorang teman berselorh “pada masannya setiap individu mampu bikin sejaranh baru”.

Pasti. Saya meyakini bahwa setiap individu mampu membuat gebrakan bagi sejarahnya sendiri. Sebagai pribadi, ia telah memiliki hak hidupnya, dan dia bisa kapanpun meomentumnnya, membuat sejarah kehidupan. Terutama bagi dirinnya sendiri.

Namun untuk membuat sejarah yang sanggup menginspirasi orang lain dan sebanyak-banyaknya masyarakt dunia. Bukan saja momentum pribadi yang berjalan disini. Tetapi momentum bersama un tuk membuat gebrakan, membuat lembaran sejarah baru dalam hidup bersama.

Sejarah membuktikan hanya orang-orang yang siap dan berani yang bisa merubah sejarah peradaban. Itu semua ditunjukkan dengan kematangan pribadi. Orang yang sadar dan matang secara pribadi pada gilirannya akan mempu melakukan perubahan dalam masyarakatnya, dalam peradaban yang lebih luas.

[061108]

Persahabatan dan Bunga Krisan

Ryan Sugiarto

Teman saya dalam sebuah Blognya tentang sebuah ucapan bunga krisan kepada temannnya. She, untuk menyebut dia perempau, dengan agak romantis nostalgis, mengingat sebuah persahabatan yang nampaknnya masih ada hingga sekarang. Mungkin dari pertemuan yang sudah hamper lima tahun.

Nampaknnya setiap pertemuan selalu memunculkan kerinduan. Kerinduan pada masa depan, sesunggunya. Baik untuk sekedar berkeluh atau berkesah, sembari pada saat yang sama memberikan ucapan selamat pda kemajuan demi kemajuan yang telah dan sedang dicapai.

Saya menajdi teringat tentang sebuah percakapan yang kami langsungkan beberawa wpaktu yang lalu melalui yahoo massanger. Ia , juga saya nampak berkelu dengan pekerjaan masing-masing. Seraya mengkritisi dan mendukung setiap ucapan yang kami sampaikan.

“Soal pekerjaan itu yan,” katannya, “Wang sinawang.” Lanjutnya, kamu mungkin memahi pekerjaan saya sangat dinamis dan membutuhkan mobilitas yang tinggi, menulis dengan integritas jurnalis yang luar biasa. Tapi tak semua jurnalis di Indonesia ini memiliki Integritas yang dibayangkan dulu. Semuannya seraya hanya pekerja. Bukan seperti Intelektual seperti yang kita bayangkan dulu semasa mahasiswa, mungkin begitu terjemahan bebas dari teman itu

“dan kamu memahami pekerjaanku deminkian nyaman dan menyenangkan.” Lanjutnya.

Kita sekarang sekadar menjalaninnya untuk membuat satu model rencana kehidupan yang lebih baik. Tentang tujuan hidup semacam apa yang kita inginkan, dan melalui jembatan kerja mana untuk mencapai itu.

Idealisme mahasiswa kami, waktu itu juga sekarang, masih nampak. Rasannya tak ingin membiarkan diri menjadi sekrup-rekrup usaha yang begitu saja. Paling tidak jika Anda menjadi sekrup, jadilah yang kritis terhadap tindakan diri Anda sendiri. Kadang begitu pikiranku.

[051108]

Menghukum yang tidak ramah

Ryan Sugiarto

Atau yang tidak ramah akan mendapat hukumannya. Konon demikian yang bias kita belajari dan kita jadikan pengalaman dari kontestasi pemilu di amerika. Hillary pada masa kampanye pendahuluan dari partai democrat nampak begitu arogan dengan mengatakan “tak ada yang bisa mengalahkan saya.” Tapi dia sekarang tersadar bahwa pemilih telah menghukumnya oleh arogansinnya sendiri.

Terutama pemilih berpendidikan tidak mau didekte oleh calon-calon yang arogan. Hillare dan Mc Cain telah membukikan hukumannya. Hukuman dari pra pemilih mereka. Kedua rival Obama dan ajang pemilihan yang berbeda ini begitu mengagung-agungkan pengalaman. Namun mereka lupa bahawa da hal lai dibalik pengalaman dalam mencapai apapun itu.

Ketidakramahan adalah sebuah jarak. Dan jarak sangat menentukan dalam sebuah pencapaian. Jika kita berjarak maka rasannya begitu susah untuk meraih apapun. Keberjarakan adalah sesuatu yang perlu diantisipasi dan dipahami dalam setiap usaha pencapaian.

Keramahan adalah modal yang bisa merengkuh sebanyak-banyaknya dukungan pencapaian. Keramahan adalah awal dari kedekatan.

[061108]

Politik Multikulturalisme

Ryan Sugiarto

Impian Mrtin Luther King Jr, akhirnya menjadi kenyataan setelah 55 tahun kemudian, demikian tulis Kompas.

28 Agustu 1963, dihadapan 200.000 orangd ari berbagai ras di dekat Loncoln Memorial, Washington DC yang menuntut keadilan sama dihadapan hukum, Martin Luther Kin Jr menyampaikan pidatonya yang tersohot: I Have A Dream.

Begini kutipannya:” Saya mempunyai satu impian bahwa suatu hari setiap lembah akan ditumbun, setiap bukit dan gunung akan diratakan, tempat-tempat yang kasar akan dihaluskan, dan jalan-jalan yang berkelok-kelok akan diluruskan, dan (akhirnya) kemuliaan Tuhan akan dinyatakan serta selurh umat manusia bersama-sama melihatnya.”

Kini impian tersebut sudah terwujud, meskipun belum terejawahtahkan secara kese;uruhan. Terpilihnya obama adalah pintu bagi segala kesetaraan seperti yang dicita-citakan King.

Dan kini itulah yang juga dijunjung tinggi sebagai jargon politik yang diusung oleh Preisden Barack Obama semasa kampanye pemenangan pemilu. Dan kita menunggu dunia untuk memandang multikulturalisme secara serius. Tiak saja untuk, paradigma pemikiran politik, tetapi juga paradigma kehidupan yang lebih luas.

Seperti halnnya fitah manusia yang tidak sama satu dengan lainnya. Maka pengakuan multikulturalisme menjadi sangat jamak untuk dikumandangkan secara serius. “Pangeran demokrasi”, demikian Amerika disebut telah membuktikan ini melalu pemilu presiden yang baru saja terpilih. Presiden Barak Obama.

Amerika telah membuktikan, paling tidak saat ini, kedewasaan dalam memandang politik dan ,ultikulturalisme. Rasisme telah ditepis dalam pemilu kali ini.

Dan McCain, rival Obama, mengakui dengan etika politik yang luar biasa. “Kita tidak berjalan kebelakang. Tetapi kita menuju ke masa depan. Dan Presiden Barak Obama adalah Presiden kita semua,” begitulah Mc Cain melontarkan statemen pertamannya mengakui kekalahan dan menjunjung etika politik yang luar biasa.

Saatnya politik multikulturalimse berkumandang dengan santer.

[051108]