Ryan Sugiarto
Untuk kali pertama, aku akan merasakan mudik. Sebuah tradisi purba yang dasyat. Bayangkan saja, para perantau dari satu dan dua titik berbondong-bondong menyebar ke berbagai daerah. Muasalnnya. Dasyatnya karena melalu jalur-jalur yang sama.
Barangkali ini adalah satu dari sedikit peristiwa besar dunia. Setelah ibadah haji. Bedannya ibadah haji dari penjuru menuju satu. Dan mudik dari beberapa menuju penjuru.
Ratusan ribu orang-orang urban akan kembali ke daerahnya. Desa. Udik. Tak ku tahu secara pasti terserap dari bahasa apa udik-mudik ini. Tetapi artinya barangkali menuju asal. Udik cenderung, dalam bahasa dianggap tak modern. Ndesolah.
Jadi pada dasarnya mudik adalah kembali keasal. Mengingat sebuah kenangan. Yang tentu bisa jadi udik pada jamannya.
Inilah saat dimana orang-orang urbang yang menjadi warga kota, mengingat asal usulnya. Menjadi udik kembali. Melepaskan atrubut kekotaan dan menyebar baur bersama warga asal yang setia dengan daerahnya.
Atau bisa jadi malah sebaliknya. Orang-orang urban yang merasa kota, mengkota, menjadikan ajang mudik sebagai panggung bagi mereka. Sebagai catwalk atas perubahan tubuhn yang didapatnya di kota. Inilah ajang pamer paling dasyat dan masal. Bagi mereka yang ingin melakukannya.dan saya pikir itu telah lepas dari esensi mudik. aah...
Kali pertama juga, barangkali akan mersakan kemacetan yang luar biasa, keletihan yang luarbiasa berbalut rasa nggumun. Laiknya orang baru mengerti dan melihat berbondong orang menuju asalnya. Dan kali pertama pula, menandatangani prosesi mudik yang sebagaimana dirasakan orang-orang urbang pada umumnya. Mudik dari jarah yang begitu jauh, mungkin.
Karenannya semoga keselamatan berlimpah pada kita semua, kaum pemudik. Yang ingin kembali menemu dunia asal, dunia ia bermula. Amin. []
[190908]