Sabtu, 18 Oktober 2008

Tafsir Kerinduan

Ryan Sugiarto


Ijinkan aku menulis tentang suatu masa dimana menulis adalah bagian dari kegilaan yang dalam. Hingga kini aku masih merasakannya. Disaat kerutinan melanda, dan kerja hanyalah menjadi bagian dari mengisi kekurangan.

Masa dimana ia dalah penyemangat dri kehidupan. Yang bertujuan besar dengan pikiran yang besaar pula. Sebuah masa yang menjadi beda. Mada dimana hasilnya dalah perubahan pda alam piker manusia yang rata-rata, mungkin juga kerdil.

Ia adalah masa dimana tak ada waktu yang berhenti. Dimana waktu ditentukan oleh sebuah pikiran yang terus bergerak. Bukan oleh waktu yang disetop oleh jam kerja-jam kerja, sebagai rutinitas belaka. Rutinitas yang menjadikan sekrup-sekrup pelengkap sang pemilik modal.

Ia adalah masa dimana kerinduan menjadi tafsir bagi kebebasan berpikir besar (bersama). Menulis pada masa-masa itu membantu memberikan kekuatan. Kekuatan untuk menghadapi yang berbeda dengan sudut pandang berbeda. Dan pendekatan yang sangat harmonis. Ia memberi tafsir padabagian-bagian yang terserpih menjadi bagian yang utuh untuk ditafsir menjadi kelengkapan. Yang lengkap terbangun dari serpihal-serpihan yang dikumpulkan. Ia adalah sejamak fakta-fakta yang mengandung nilai muka yang bisa. Tak tertangkap degan biasa.

Inilah kerinduan pada malam-malam yang diisi dengan gemeleak nyaring tut keyboard. Juga jalang terang cahaya monitor. Juga kadang lirih-liris kerinduan pada setangkup syair. []

[151008]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar