Ryan Sugiarto
Orang-orang yang berhasil dalam hidupnya, juga karir, jika saya pikirkan sekilas, adalah orang-orang yang berani membuat terobosan-terobosan penting dalam dunianya. Dengan keberanian membuat terobosan, orang yang berhasil dan mereka yang akan berhasil, telah meledakkan kebaruan dri dunia. Paling tidak kebaruan, dari apa yang selalu mereka lakukan sebelumnya. Juga mengalahkan kebiasaan-kebiasaan yang umum dilakukan oleh orang lain.
Anehnya banyak orang, barangkali termasuk saya, yang enggan memulai hal-hal baru diluar adat kebiasaan. Merasa ewuh pakewuh, sungkan, juga tak kalah takut salah. Dan merekalah alasan-alasan yang menghamat kita menciptakan terobosan, kebaruan, dalam sebuah hidup, juga karir.
How to be person with new consept? Be Challanger? Anda, maaf, saya hanya membutuhkan keberanian untuk membuat terobosan dalam hidup saya. Paling tidak, saya terhindar dari kejenuhan yang memenjara. Bukankah kreatifitas muncul jika kita tak terpenjara, tentu untuk selanjutnya kita juga membutuhkan keharusan alami dalam diri kita. Demikian agar terobosn yang kita buat tak mati ditengah jalan (baca Harus:Tapi berdamailah dengan diri sendiri).
Setiap terobosan lahir dari keinginan, atau juga mimpi dan atau imajinasi. Ia, sekali lagi membutuhkan keberanian memulai, dan keketatan menjalankan keharusan murni. Dan setiap perjalanan terobosan, pun juga hasilnya, adalah pelajaran awal agar terobosan baru yang lebih berani dapat kita munculkan lagi.
Ketakutan memunculkan hal baru anggap saja sesuatu yang kuno dan tidak jamannya lagi. Dengan begitu kita telah membuang jauh-jauh rintangan awal memperoleh keberhasilan kita. Sejujurnya keberania berpikir bebas inilah yang menjadi dasar utama. Pikiran adalah aset awal kita, dan juga pergudangan dalam diri kita.
Keberanian berpikir adalah pangkal segalanya. Pikiran kita menentukan kesuksesan kita.
Berkait dengan ini saya ingin mengingat kembali cerita lama, yang saya yakin anda sudah pernah mendengarnnya atau membacanya:
Adalah seorang pematung di Kerajaan Amartaraya, ia begitu pandai dan sangat ahli dalam membuat patung-patung di sebuah padepokannya. Ia sering mendapat pesanan dari para kawula untuk membuatkan patung.
Keahlian ini sampai ditelinga sang raja, dan suatu hari pematung dipanggil sang Raja keistana.
“saya mendengar kamu sangat panda dalam membuat patung,” begitu kata sang raja.
“Iya Gusti.” Jawab pematung itu.
“Kalau begitu saya perintahkan kamu untuk membuat patungku, keluargaku, para punggawa, dan orang-orang penting di kerajaan ini, sebagus patung-patungmu yang lain!” titah raja.
Pematung kemudian pulang meninggalkan istana. Ditengah perjalan ia tampak gembira karena ia mendapat order langsung dari sang raja.
Lalu dia mulai membuat patung satu persatu, Raja , permaisuri, putra mahkota, keluarga raja, pejabat-pejabat kerajaan dan orang penting lainnya. Patung itu tepat selesai pada waktunya. Dan hasilnya luarbiasa.
“Bagus, bagus, saya suka patung-patung ini. Kamu luarbiasa,” puji sang raja.
“Tapi, setalah kuteliti lagi saya tidak mnemukan patungmu diantara patung-patung ini. Mana patungmu sendiri?” selidik sang raja.
“kalau begitu segera buatlah patungmu dan bawalah kemari segra,” lanjutnya memberititah.
Pematung terheran-heran dalam perjalanan. Dan ia berpikir kenapa sang raja menyuruhnya membuat patungya sendiri?
Dalam pikirnya ia berkata.
“Ah, paling patung saya , hanya akan dipasang sebagai hiasan ditaman, atau dibelakang. Paling juga hanya sebagai pelengkap taman,” pikirnya
“dan kalau ditamankan, tidak enak rasanya. Ia akan kepanasan, kehujanan, an kmudian rusak,” pikirnya semakin jauh.
“kalua begitu saya akan buat patus saya yang biasa saja,” begitu kesimpulannya.
Pematung kemudian sebera membuat patungnya sendiri. Ia tak memerlukan waktu lama untuk itu. Dan segeralah patung itu diseerahkan kepada sang raja.
Dan sesampainya di istana.
“Lho kok patungmu biasa-biasa saja, tidak seperti patung-patung buatanmu yang lain,” tanggap sang raja tentangpatung si pematung tadi.
“Mana bisa patung seperti ini diletakkan di ruang singgahsana. Tidak enak dilihat dan memalukan,” lanjut raja memberi alasan.
Maka lalu sang raja menitahkan punggawanya “Punggawa, bawalah patung ini kebelakang. Letakkan di Samping kandang Kuda”
Begitulah.
Apakah yang menentukan dan menutuskan patung si pematung itu diletakkan di kandang kuda adalah sang raja? Bukan! Yang memutuskan letak patung si pematung itu adalah pikiran pematung itu sendiri. Bahkan ia memutuskan sejak dalam pikirannya.
Begitulah sesungguhnya kekuatan pikiran. Ia menentukan dan memutuskan jauh sebelum sesuatu itu dilakukan. Karena itu berhati-hatilah dengan pikiran Anda.[]
[090808]