Ryan Sugiarto
Teriakan itu nyaring terdengar, bahkan oleh semua anak. Dari bapak-bapaknya. Bukan sebuah teriakan, tapi sebuah permintaan lirih. Atau lebih tepatnya, dorongan. “Buat bapak bangga, ‘Nak,” begitu kata hati lirih itu.
Dorongan lirih iru selalu ia pupuk semsaa kecil. Datang dari tiap-tiap bapak. Ia adalah juga sebuah ajakan. Ajakan tentang keinginan yang sama untuk menuju kebanggaan. Dalam diriku, juga anak-anak lain yang berbapak dan beribu, selalu berkata dalam hati “aku akan menyambut ajakan itu, karena ia juga keinginan dalam diriku.
Setiap bapak memang mengajak anak-anaknya untuk menjadi kebanggaan bagi dirinya. Dan sebaliknya setiap anak akan mengejar-ngejar apapun yang akan menjadikan ia bangga di mata bapaknya.
Logika kebanggaan memang jarang tumbuh. Ia adalah sejenis mimpi yang pasti akan terjadi. Pada setiap kejadian adalah ungkapan untuk mengejar kebanggaan-kebanggaan.
Yang lebih besar adalah menjadi kebanggan yang komplit. Bangga dengan diri, bangga untuk bapak, dan sebuah kebangaan sosial. Tidak sekadar sebuah kerja yang menjadikan diri tetapi juga sebuah kerja yang menjadikan nilai sosial bagi orang lain.
Ahh, jia demikan betapa menyenangkan menjadikan diri sebagai kebangaan-kebanggaan bapak dan juga orang lain. Tentu sebuah kepuasan yang tak ternilai.
Begitu mimpi-mimpi yang selalu tumbuh dan membesar dalam diri setiap anak. Kepada bapak-bapaknya. Kepada orang-orang lain dijangkauan sosialnya. Kepada semuanya. Menjadikan diri yang bermanfaat secara sosial. []
[140808]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar