Ryan sugiarto
Seorang teman menulis dalam sebuah note di Massenger nya “jangan hanya menyapa, selami kedalaman dirinya”. Saya jadi teringat dengan head Blog saya “Tegur sapa untuk sesama”. Dan saya menduga ia ingin mengomentari judul head blog ini.
Kemudian pikiran saya berasumsi “mbok jangan hanya menyapa. Berkenalanlah lebih dekat, mengenallah lebih dalam dan kalau bisa lebihlah intim!” begitu kurang lebih.selaiknya memang demikian, saling mengenal lebih dalam.
Tetapi apa yang aneh dari saling sapa? Saling salam, mungkin juga bersetara dengannya. Dan saya mencari-cari alsan apa yang sanggung menyandarkan tegus sapa ini. Ahh, tak harus bersandar barang kali. Paling tidak teman tadi memberi satu ide bagi saya untuk sekali lagi menggauli lebih intim setiap tulisan dengan tulisan dalam blog ini.
Tetapi mari kita lebih lebar lagi, menebar sapa adalah hal yang paling indah rasanya. Menyapa adalah sesuatu yang mulia, paling tidak dalam pengertian saya begitu. Bukankah sediannya setiap sapaan terlontar dengan senyum.
Mencuplik dalam praktik keagamaan, seorang muslim dalam tiap-tiap akhir sembahyangnya selalu menoleh ke kanan dan ke kiri, sebagai pralambang menebarkan sapaan sejahtera dan keselamatan. Sungguh sebuah cara yang indah untuk sesama bukan?
Tulisan ini tak ingin menjadi pembelaan atas pilihan diksi dalam blog saya, hanya hitung-hitung sekadar mencari-cari diskripsi atas piliha itu. Bukankah setiap pilihan yang cerdas menuntuk alasan dan diskripsi yang cerdas pula?
Karena itu mari saling menyapa, agar hidup kita indah dan sejahtera. []
[020808]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar