Ryan Sugiarto
Apa yang haru dari setiap Agustusan, selain perjuangan sejarah yang memang sudah haru? Kira-kira kenangan masa kecil. Sejak setiap manusia, anak sekolah, yang berjajar ratusan kilometer menjadi pagar betis untuk “mengamankan” iring-iringan pelaksana upacara, drumband agustusan.
Kami dulu menunggu-nunggu waktu itu datang, pagi dan sore hari, ketika iringan drumband peringatan itu melintas dijalan-jalan besar beraspal. Kami sudah siap beberapa jam sebelumnya, berdiri. Kegembiraan masa kecil pada tiap agustusan.
Dan waktu itu rasa haru menyelimuti hati kami semua anak SD. Betapa kami seolah ikut larut dalam pertempuran para pendiri bangsa. Tapi itu hanya kami rasakan selama beberapa jam, ketika kami harus berdiri berjajar, menjadi pagar betis dalam setiap perayaan Agustusan. Itu barangkali hal paling kolosan yang kami, anak-anak SD, lakukan.
Seragam merah putih itu seakan sakral, seperti bendera yang terlihat disepanjang iring-iringan. Sungguh sebenarnya tampak aneh, apa yang anak SD tahu soal nasionalisme, kebangsaan, dan arti besar merah putih itu? Tetapi kami dengan bangga hati dan rasa besar yang bergetar, berdiri berjajar dengan tangan saling rangkul dengan tangan yang lain, menjadi pagar diratusan kilometer jalan.
Komunitas ini, memang harus dipagari oleh merah dan putih. Juga dengan keharuan dan semangat. Agar komunitas yang bernama Indonesaia ini tetap satu semangat. Bung Karno pun pernah dengan gemetar menyatakan demikian.
[020808]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar