Minggu, 13 Juli 2008

Alam dan Kebudayaan

Ryan Sugiarto


Siapa yang belajar dari alam, Ia akan banyak mendapatkan. Nenek moyang pengetahuan berasal dari alam. Ia dimulai dari permenungan para filosof alam tentang alam.Thales, Anaximandros, dan Anaximenes adalah pemulanya. Disebut filosof alam karena tujuan filosofi mereka adalah memikirkan soal alam besar. Dari mana terjadi alam, itulah yang menjadi soal besar bagi mereka ( ini tertulis dalam bukunya Hatta, Alam pikiran Yunani).

Maka sesungguhnya alam guru pengetahuan. Alam pula yang menjadi sumber kebudayaan. Alam yang memulai manusia purba mulai mengenal cara berburu dan meramu, alam pula yang mengajar manusia cara berladang, dan alam pula yang mengajar pada manusia cara bercocok tanam. Ia pun yang mengajar dan mendorong manusia cara merantau.

Alam pula yang menaruh dasar utama pada sifat manusia. Alam pula yang memberi tantangan bagi manusia. Begitulah sesungguhnya lama menciptakan cara berpikir yang selalu baru bagi manusia. Ia memabntu membawa manusia pada kebudayaan dan peradaban yang selalu baru dari masa kemasa. Alam selalu mengiri perubahan itu.

Sayang alam pula yang menjadi korban dari kebudayaan yang dihasilkan oleh olah budi manusia. Semuanya berasal dari alam dan kembali kealam, termasuk perbuatan buruk manusia.

Coba tengok contoh kecilnya. “Satu kantong plastik memakan satu detik untuk proses pembuatan, hanya dalam 20 menit masa pemakaian, dan memakan waktu 100 -400 tahun untuk terurai secara alamiah” demikian kajian Program lingkungan PBB.

Contoh ini adalah kelaknatan kita pada alam. Ada hal yang lebih bijaksana untuk berterimakasih kepada alam. Tiadak merusaknya. Kecilnya, jangan buang yang bernama plastik kealam. Seyogyakanya menciptakan zero waste. Sesungguhnya tak ada yang nirfungsi dari kehidupan.

Dan sudah semestinya setiap kebijakan manusia, terlebih negara, mengadopsi kepentingan alam. Emil Salim mengemukakan, sudah saatnya negara mengembangkan konsep setitiga pembangunan. Pembangunan ekonomi, pembangunan, kebudayaan, dan pembangunan alam. Semuanya setra dan sepadan. Dan ketiganya bisa dan hanya bisa jika tiga elemen bertanggungjawab bersama, penguasa, sektor swasta, dan masyarakat.

Tak ada yang lebih bertanggungjawab pada alam kecuali kita. Jika tidak alam akan membuat budaya tandingannya sendiri. Kebudayaan sebagai antitesa ciptaan manusia yang tak lagi ramah. Kebencanaan. []

[0600708]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar