Ryan Sugiarto
Setiap oarang baru yang saya temui berkata: “kenapa mas? Keclakaan atau terkena gempa?” begitu cara mereka mencari tahu.
Hari itu, pagi-benar kedua oarang tua melarikan seorang anak kecil kepada dokter didesa kami. Katanya karena suhu badan anak ini panas dan bertambah panas dari hari-kehari. Dengan semangat penyembuhan itu, mereka kerumah pak dokter itu.
Dan entah dengan pertimbangan medis seperti apa, akhirnya suntikan dilakukan dokter itu. Mungkin tiga kali. Waktu itu memang santikan adalah obat yang paling baik. Konon demikian, orang desa, suntik adalah solusi penngobatan terakhir.ketika yang namanya obat telah tak manjur lagi.
Dan sedetik itulah kemudian arah perjalanan hidup ini agak berbeda. Tak dijumpai lagi seorang anak kecil umuran
Sebuah virus “polio” telah menyerangnya. Virus ini masih hidup saja ditahun akhir 80-an. Dan seketika itu pula ia telah mengambil alih segala fungsi-fungsi perjalanan kaki kanan. Seperti halnya tentara sekutu membom nuklir Hirosima dan
Apa yang dia tahu untuk ukuran anak 5 tahun? Menyalahkan siapa? Atau adakah yang perlu disalahkan? Orang tua. Tak ada yang salah dari orang tua, justru mereka pada mulanya ingin melihat senyum manis anaknya, dan terlepas adari suhu panas yang menguasai tubuh anaknya.
Dokter itu? Awalnya demikian. Pikiran remajaku, mengatakan, ia telah berbuat mala pratik. Tak seharusnya suntikan tiga kali beruntun dialamatkan pada sebuah bokong. Pun juga, tak ada aturan panas saja, harus diatasi dengan suntikan. “Ya, dokter ini melakukan malapraktik,” begitu pikiran remajaku.
Atau tuhan? Konon, orang-orang difabel dilempar kedunia, karena sebelumnya ia mengalami kutukan. Orang-orang pendek dan “bujel” pada masa yunani awal, disebut-oarang orang yang terkutuk.
Tapi barangkali juga yang namanya tuhan justru lebih dekat dengan anak-anak semacam ini. Yang mempertahankan kehidupannya, karena mereka harus mengusahakan daya optimisme, dana juang, dan mungkin juga daya hidup yang lebih besar dibanding yang lainnya. Dan mungkin juga tuhan juga telah berbicara pada nya. Dan tak diketahui oleh siapapun.
Penciptaan punya makna yang kadang aneh. Mungkin juga disampingnya ada bebrapa malaikat yang mengikutinya, lebih dari dua, dua pencatat baik-buruk tindakannya, dan beberapa menjadi kaki-kaki bagi perjalanannya.
Meski ketika menyebut-nyebut “yang satu”, kadanng kita terseret pada penyandaran. Bagi sebagian yang lain, adalah bentuk “escape from reality” . Menumpahkan segala setuatu pada yang maha tak bersandar. Menjadi jalan terakhir.
Toh, tak ada rekam kesalahan dalam dunia ini. Dan semuanya harus dilalui. tak ada alternatif selain dunia. Dengan kata lain dunia hanyalah satu-satunya alternatif.
Yang mengalami difabelitas sejak lahir, juga tidak mungkin dia meminta untuk dikembalikan ke dalam rahim. Atau dengan segera, berlari ek arah nirwana, tanpa melalui dunia. Bagi kita dunia memang satu-satunya alternatif. Orang mengatakan dengan sangat fasih “live must go on”.
Dan demikian, tak ada guna menggali catatan kesalahan pada penghakiman. Ia hanya justru perguna pada setiap pelajaran. Semua saling memberi inspirasi, pada fae-fase perjalanan.[]
[120708}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar