Sabtu, 07 Juni 2008

Bahasa Psikolog(i)

Bahasa Psikolog(i)

Ryan Sugiarto

Adakah profesi yang menjual kata-kata empati selain politisi? Ada, Psikolog. Ia menjual kata-kata yang berempati untuk orang lain.

Cara kerjanya adalah berputar-putar dengan kata-kata. Menarik ulur bahasa. Bertanya dan kemudian melemparkan kembali pada penghasil jawaban dan pernyataan.

Demikian seorang kawan saya dari luar pulau jawa,mengomentari cara berbahasa saya. Padahal saya ini bukan psikolog, meskipun lulusan dari bidang psikologi.

Saya hanya menanggapinya dengan begini, “bukan demikian Ning,” begitu aku memanggilnya. Ini hanyalah bagian dari berpikir kritis, seperti yang disampaikan Jurgen Habermas dalam bukunya Comunication active. Melingkarkan bahasa untuk mendapatkan kebenaran yang sesungguhnya. “Saya hanya sempat membacanya” ungkap saya. Dan belum pernah mendalaminya.

Tidak ada hubungan langsung antara Berpikir kritis yang saya baca dari Habermas dengan Psikologi atau psikolog pada umumnya. Meskipun Haberms satu mahzab dengan Sigmund Freud, jika kita telusuri lebih dalam.

Maka saya berterimakasih, karena ia memberitahu cara berbahasa yang biasa digunakan para psikolog. Berputar-putar dan melingar-lingkar. Persis kalau dalam bahasa Vietkong “Desa mengepung Kota”, sebagaimana istilah yang kerap muncul dalam berita investigasi yang dilakukan kaum pemburu warta.

Gaya bahasa ini mungkin (saya harus bermaksud baik, karena ia almamater saya) yang membuat ia “orang kacau” atau “pasien” ini kelenger dan memuntahkan semuanya. Haruslah ia menjual kata-katanya, menjual bahasanya. Agar kemudian yang pasien dinyatakan sembuh. []

[010608]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar