Sabtu, 07 Juni 2008

Tiga Kali Traktir Makan, dan Menertawakan Kematian

Ryan Sugiarto

Saya masih harus membayar tiga kali makan di RM padang secara berturut-turut. Ini adalah akibat dari kesalahan analisis politik yang saya lakukan karena mengira PKS di Ibu kota bisa mrantasi koalisi partai tua yang mengusung Fauzi Bowo sebagai gubernur DKI.

Analisa saya sebenarnya tak terlalu salah, barangkali hanya meleset sedikit dari angka perkiraan. Tapi meskipun demikian itu resiko analisa politik yang saya tanggung, karena meleset.Adang kalah. Dan saya harus mengganti makan tiga kali berturt-turut kepada lawan analisa saya. Syaratnya hanya berturut-turut.

Lain kesempatan ketika mengobrol dengan seorang senior dari sebuah pergerakan mahasiswa, tentang pilihan jalan hidup dan kematian, sembari bergurau Ia mengungkapkan, “Cara kita hidup dan mati itu hanya persoalan keberanian kita untuk memilih,” Jika berani masuk ke dunia politik, mungkin hidupmu akan membaik dengan keuangan yang tak terkira naik-turunnya, tapi harus siap dengan todongan pitol untuk sebuah kematianmu, lanjutnya. Andai masuk kesana bersiaplah dengan itu: Pistol kematian bagi politikmu dan juga kematianmu mendiri. Dan persiapkan juga naik-turun perasaan kehidupanmu.

Demikian juga jika memilih jalan hidup dipertanian, maksudnya menjadi petani. Barangkali hidupnya akan sedikit nyaman, tanpa dipusingkan oleh pertentangan politik dan pertentangan kepentingan yang begitu vulgar. Tapi bersiaplah mati dalam keadaan kelaparan. Tuturnya lagi.

Semua pilihan jalan hidup penuh dengan resiko mati dan alat penyebabnya.

“Jika, tak berani dengan yang ekstrem, tak usahlah bermain-main dengan kematian” menjadilah orang biasa yang mati (tua) dengan biasa juga, seloroh kami dan sambil menertawakan kematian. []

[010608]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar