Sabtu, 07 Juni 2008

Tentang Bataviace dan Mataraman

Tentang Bataviace dan Mataraman

Ryan Sugiarto

Suatu saat dalam sebuah milis alumni, yang diberi nama Kanibal, terjadi polemik atau bahasa dunia nyatanya diskusi seru tentang sebuah labuhan hidup. Labuhan hidup setelah mentas dari yang namanya kampus.

Polemik yang seperti perang dingin. Menjadi dua blok kuat yang mengalami polarisasi dan saling mencari dukungan, meski ada blok-blok lain atau juga nonblok. Tapi ini ttidak sekadar dalam suasana psikologis, tapi suasana di jagat maya. Polemik ini dimainkan oleh orang-orang “tua”. beberapa angkatan diatas saya.

Pertama adalah klan batavia. Kaum batavia untuk menyebut para alumni yang labuhan hidupnya ke daerah batavia. Pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Saya menyebutnya pertama karena ia kemudian memunculkan antibatavia.

Kedua adalah blok mataram. Untuk menyebut alumni yang masih betah untuk mencari penghidupan di jogjakarta. Tak sedikit dari tokoh mataraman adalah mereka yang kecewa dengan perlakuan batavia yang menurut mereka, juga kebanyakan orang pada umunya, mengecewakan dan menyesakkan.

Berbagai cara pandang dan lontaran dari yang rasional sampai yang main-main,dari yang serius dalpai yang mengolok-olok (serisu juga) tertera di millis yang diikuti oleh alumni mulai angakatan jurnal ini.

Kekota besar, batavia dalam hal ini bagi mereka yang menggelutinya adalah sebuah tantangan besar. Dan harus diraih selagi masih muda. Mereka melontarkan serangan yang tidak berani keluar dari matarman, setelah bergelut sekian lama adalah yang tidak berani dengan tantangan yang keras. Hanya merasa nyaman dengan dunia lamnya. Lagi, ia adalah bentuk kekecewaan karena ditolak oleh kota ibu pemerintahan itu. Dan lainnya

Yang menetap dimataran, untuk menyebut jogja dan sekitarnya, melontarkan kota yang besar-adalah kota yang tidak memanusiakan manusianya. Ia yang dipilih kekota besar adalah kesengsaraan, banjir macet dan lengkaplah segala penderitaan yang hidup dibatavia.

Demikianlah perdebatan itu terjadi. Menarik dan menggelitik. Tapi, ini hanyalah perdebatan pandangan dan sekaligus pilihan yang ditentukan oleh orang-orang yang mengalaminya sendiri. Sekadr pilihat untuk menapasi fase hidup yang semuanya berbed dari satu dengan lainnya. Tak ada hal yang lebih, sebagaimana takada hal kurang dari keduanya.

Kehidupan kebangkitan sebagai bangsa memang harus dimulai dari daerah-derah diluar ibu kota. Sebagaimana kota besar hanya menadah dari sekelilingnya. Inilah bentuk ketidak mampuan kota-kota besar untuk berdiri sendir termasuk batavia dan mataram, dalamkontek sekarang.

Dan kemudian tak ada lagi yang tertarik untuk menambah polarissi, menambah kekuatan batavia dan mataran. Hingga sesi diskusi dibuka kembali.[]

[010608]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar